Powered By Blogger

Selasa, 07 Agustus 2012

Kisah Nabi-nabi Allah > Kisah Nabi Muhammad > 6


Kedua ayat itu mengatakan bahawa ini bukan saatnya melindungi para tawanan dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan kecuali jika ia telah melakukan banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah banyak membunuh dan dakwahnya telah mapan.

Kedua ayat tersebut menyingkap tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki harta benda duniawi sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)."

Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang sulit. Itu adalah pemikiran yang bersifat taktik sebagaimana yang kita ungkapkan dalam istilah moden dan bukan pemikiran yang bersifat strategis. Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan biasa tetapi menurut istilah moden mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh kerana itu, nyawa mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap, meskipun mereka memiliki kekayaan yang banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan, sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh Islam.

Nas Al-Qur'an memperingatkan orang-orang yang menang bahawa kesalahan mereka bisa berakibat pada datangnya seksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu ambil."

Seksaan tersebut memang lebih dekat daripada pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik dosa yang lalu mahupun dosa mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya ditujukan kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan dari pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi mengetahui bahawa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat pada kekalahan mereka.

Dalam peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga ratus pasukan setelah pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw membuat rencana yang jitu untuk memenangkan pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melindungi mereka dari serangan dari arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada pasukan panah itu agar mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang mahupun kalah. Yakni bahawa pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami."

Setelah membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam mendorong pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan ribuan kaum musyrik. Pada tahap pertama pasukan Islam tampak menguasai medan dan berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun mereka unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kekuatan persenjataan yang lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan dengan ketangguhan pasukan Muslim yang dapat memukul mundur mereka hingga mereka membayangkan bahawa mereka tidak dapat memenangkan peperangan atau dapat bertahan di hadapan pasukan Muslim.

Debu-debu peperangan mulai berterbangan yang menyertai tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu, para pemanah yang diletakkan Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis berfikir untuk memperoleh ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah melarikan diri dari pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah turun dari tempat mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat mereka, apa pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan menentang perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan bahawa peperangan telah selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahawa Allah SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah tercabut dari hati sebahagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung sehingga terjadilah perubahan yang drastik pada peperangan. Pemimpin pasukan berkuda musyrik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat genius dalam peperangan. Begitu ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.

Pasukan Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain dari depan. Kemudian berjatuhanlah korban- korban dari pasukan Muhammad bin Abdillah. Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan dan melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau mengucurkan darah.

Kemudian tersebarlah isu bahawa Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebahagian mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."

Pasukan Muslim tetap bertahan dan melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin berat kepada Nabi saw dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan berusaha membunuhnya: "Barang siapa yang dapat mengusir mereka dariku, maka baginya syurga."

Mendengar perkataan itu, kaum Muslim segera mengitari Nabi saw dan melindungi beliau sehingga banyak dari mereka berguguran sebagai syahid. Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi saw sampai- sampai punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan baju besi yang dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kukuh melindungi Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan kerana keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka memilih untuk menarik diri. Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim.

Setelah peperangan yang dahsyat itu, kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw. Semua itu terjadi kerana satu kesalahan yaitu kesalahan terletak pada penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.

Ketika sebahagian kelompok dari sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentera yang paling berani dan mulia di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk menyelamatkan pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh Rasul saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.

Luka beliau bukan hanya bersifat materi tetapi luka spirituil beliau dan rohani beliau pun semakin bertambah. Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid dan tidak cukup dengan itu, bahkan isteri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.

Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim dan mereka memperlakukan dan menekan kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan kerana rahmat Allah SWT nescaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang teruk. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahawa kekalahan mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebahagian yang menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk memperoleh kemenangan. Ini bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim, yang diharapkan adalah hendaklah semua pasukan tertuju untuk mencapai ridha Allah SWT dan hanya mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT akan memberi mereka dunia dan akhirat.

Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:

"Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai kurnia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)

Allah SWT memaafkan hal itu. Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan mengubati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya Hamzah, dan ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang kafir telah merosak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama- lamanya."

Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau akan mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad.

Rasulullah saw juga memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun tidak mensolati mereka, serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah warna darah dan baunya seperti minyak misik."

Bukanlah penderitaan yang dalam yang merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw dan ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai pelajaran yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran kesetiaan adalah penjelasan tentang sentral utama yang di situ kaum Muslim berkumpul. Peribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum Muslim berkumpul yang ketika peribadi Rasulullah saw yang mulia pergi kerana satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau. Tidak seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas atau sentral tetapi yang menjadi sentral dari semuanya adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling penting.

Demikianlah bahawa Al-Qur'an al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika tersebar isu terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka murtad di mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang- orang yang mengikuti prinsip bukan mengikuti peribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan bahawa seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wafat atau terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang dari tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah mati.

Nas Al-Qur'an menjelaskan secara gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan dengan peribadi sang Rasul saw. Allah SWT berfirman:

"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)

Demikianlah bahawa peperangan Uhud telah membawa dampak yang luar biasa terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap Nabi saw. Orang-orang yang terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang paling mulia dan paling banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang Muslim yang pertama; mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan mereka harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka; mereka menjadi terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan ketika datang saat yang paling berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di mana jiwa Rasul saw telah terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka bagaikan lautan yang menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu melindungi sang Rasul saw dan mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan akidah tauhid.

Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan pertama yang dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang terakhir. Ia adalah satu peperangan di antara cukup banyak peperangan yang dilalui oleh Islam untuk menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di mana beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam peperangan dan beliau memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu masalah kecuali beliau berhadapan dengan masalah yang baru dan lain; belum lama beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.

Silakan Anda mengamati kehidupan sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan nescaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-sudut kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi dengan pergelutan yang hebat.

Rasulullah saw telah melalui pergelutan militer dalam berbagai macam pertempuran yang silih berganti yang beliau lakukan. Beliau memulai pergelutan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan pergelutannya dalam masalah peribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak kosong dari pergelutan. Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab Badwi mulai berani bersikap kurang ajar kepada mereka, demikian juga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim.

Kemudian datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada beliau bahawa mereka mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka hendaklah beliau mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubaligh untuk mengajari mereka tentang dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Ternyata orang-orang itu berkhianat atas para sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah bererti mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang telah lama menunggu untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis.

Ketika datang kepada Nabi saw orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan Islam dan perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan dakwah Islam. Beliau menyedari bahawa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahawa mereka akan menghadapi suatu keadaan yang misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut sudah menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah Islam.

Ketika Nabi saw mengutarakan kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal diutusnya di tengah kabilah itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus para sahabatnya menyakinkan beliau bahawa mereka akan melindungi sahabat beliau. Kemudian Nabi saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghafalnya). Mereka adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka memikul kayu bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan solat. Ketika datang perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka pun pergi dalam keadaan gembira kerana mereka diajak untuk berjihad di jalan Allah SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik dan para pengkhianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bernama sumur Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari sahabat Rasulullah saw itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau mengharapkan agar masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan dengan adanya pisau yang menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia tersungkur: "sungguh aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."

Kemudian pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi makanan dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami, berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."

Sungguh penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para sahabat yang gugur sebagai syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab dan orang- orang kafir terhadap Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.

Dalam keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT mengilhami Rasul-Nya akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju rumahnya. Beliau berfikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata.

Rasul saw mengutus utusan ke Bani Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah kemenangan yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan al-Qurra' itu. Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul saw itu mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah lubang-lubang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan dalam peperangan Uhud.

Kaum Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana mereka berfikir untuk menyerbu Madinah. Oleh kerana itu, Rasulullah saw keluar bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikejutkan dengan kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat.

Kita akan mengetahui bahawa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak yang dilakukan oleh pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahawa mereka memiliki pertahanan yang luar biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.

Demikianlah, terjadilah hari-hari pertempuran militer. Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan beliau kembali membangun peribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai baju besinya dan kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di sekelilingnya melihat bahawa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologi atau peperangan urat saraf dengan cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq yaitu peperangan yang membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahfahaman dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."

Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang- orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita telah kembali ke Madinah nescaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya."

Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi provokasi terhadap orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau. Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan yang dirancang oleh si Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk membakar persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw.

Ketika Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencuba melawannya, maka mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi objek tipu daya itu adalah isteri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui. Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu kerana memang berat badan Aisyah sangat ringan.

Pasukan Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah kembali dan tidak mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa hairan atas kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahawa aku tidak ada dan kerana itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.

Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal juga tertinggal kerana ia melakukan keperluannya. Ia berjalan dari arah yang jauh lalu ia melihat bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat dan tiba-tiba ia mengetahui bahawa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia melihat Aisyah sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas isteri-isteri Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita milik Allah SWT dan kepadanya kita akan kembali,... isteri Rasulullah Aisyah tidak menjawab.

Sofwan mundur dan mendekatkan untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda menaikinya." Aisyah pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan mencari pasukan yang telah meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang beristirahat. Para sahabat mengira bahawa Aisyah masih berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.

Tokoh munafik Abdullah bin Ubai segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat kisah bohong yang terkesan menuduh isteri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai memilih beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahawa di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga mereka suka jika tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.

Demikianlah pemimpin munafik itu berhasil menjerat beberapa sahabat dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan bin Sabit. Musthah, dan seorang wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab binti Jahasy isteri Rasulullah saw. Ketiga orang itu tertipu dengan kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga orang-orang yang terjerat dalam kebohongan itu mengatakan apa saja yang mereka inginkan. Akhirnya. pasukan pun bergoncang dengan isu itu. Sementara itu, Aisyah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu tersebut bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan Rasullullah saw dan itu termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan menunjukkan bahawa kaum Muslim tidak konsekuen dengan akidah yang mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga Aisyah.

Pasukan kembali ke Mekah dan Aisyah jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang dikatakan tentang dirinya. Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak lagi menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata: "Bagaimana keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku, nescaya aku akan pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak ada masalah."

Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:

"Kami adalah kaum Arab di mana kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota. Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebahagian keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita wahai puteri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis sampai-sampai aku mengira bahawa tangisanku akan merosak jantungku dan aku berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak orang berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia memiliki isteri-isteri yang lain (madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh berbagai isu."

Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."

Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan bermusyawarah dengan keduanya. Usamah hanya melontarkan pujian dan berkata: "Ya Rasulullah aku tidak mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan dan berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan keras sambil berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adunan roti lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan datanglah kambing lalu adunan itu dimakan olehnya."

Aisyah berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama kedua orang tuaku dan seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita itu pun turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau telah melakukan keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada Allah SWT kerana sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua orang tuaku untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."

Aisyah berkata: "Ketika aku tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata kepada mereka tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan Rasulullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami jawab." Aku mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap keringat dari wajahnya sambil berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah kerana sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini:

"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahawa berita bohong itu buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. " (QS. an-Nur: 11)

Jibril turun kepada Nabi saw untuk menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologi menentang kaum Muslim dan rumah tangga Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini bahawa mereka harus menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw kembali memasuki pergelutan menentang peperangan fizik. Peperangan Khandaq termasuk contoh peperangan fizik yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urusan mereka kepada kaum musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh- tokoh Yahudi dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi berfatwa bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan Yang Esa
sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an.

Politik kaum Yahudi berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya untuk menentang kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan jumlah kekuatan sepuluh ribu tentera. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau tidak hairan ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu - padahal mereka mempunyai asas agama yang menyeru kepada tauhid - bersama kaum musyrik menentang agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahawa perjanjian telah lama membelenggu orang-orang Yahudi sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan antara mereka dan sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya, mereka menjadi buah yang rosak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik.

Nabi saw menyedari bahawa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar. Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai berfikir bagaimana cara mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya serta menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun berubah kerana mengikuti perbezaan ancaman itu.

Kemudian beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tenteranya. Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar Nabi menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang seperti bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju, suatu parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum Muslim dapat mempertahankan diri dari belakangnya. Mula- mula usulan itu terkesan agak mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui usulan Salman itu. Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, beliau mengetahui bahawa situasi cukup genting dan kerananya ia menuntut usaha keras untuk dapat melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali parit di sekitar Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan, bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian dan memikul tanah.

Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan kerana kekurangan harta. Namun semangat pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)

Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah cinta di tengah-tengah lautan kebencian, lautan itu mulai menghentam jazirah dan berusaha menenggelamkannya dari dalam. Kemudian berteburanlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukan kafir mulai berputar-putar di sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang telah dilakukan pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?

Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada hakikatnya ia adalah peperangan urat saraf. Pasukan musuh mengepung Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim tidak mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak, dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah SWT menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:

"(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji orang- orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang dahsyat." (QS. al-Ahzab: 10-11)

Keadaan semakin buruk di mana orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw terhadap mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.

Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana fikiran mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi mereka."

Doa tersebut keluar dari mulut-mulut kaum yang telah melaksanakan kewajipan mereka dan telah membuat mukjizat mereka dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa selain doa dan Allah SWT lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajipannya dan akan mengabulkan orang yang berdoa.

Akhirnya, kaum Muslim benar-benar mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa difahami. Para penyerang menyedari bahawa mereka sebenarnya telah kalah di mana mereka telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi mereka akan tetap begini selama tiga tahun.

Kemudian datanglah suatu malam di mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap itu dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya laksana halilintar. Bahkan saking gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di antara umat Islam yang mampu melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya kerana saking dinginnya cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman. Beliau tidak mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya kerana ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu kerana saking dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang menyerang kita."

Hudaifah sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu menahan cuaca yang begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar dari Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan menyusup di tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk tidak melakukan tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali. Inilah tugas utamanya. Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha menyalakan api namun angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil menghulurkan tangannya ke arah api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu Sofyan.

Melihat itu, Hudaifah segera memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan menyembunyikannya.

Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian kerana aku pun akan pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu bangkit.

Hudaifah kembali menemui Rasulullah saw dengan membawa berita mundurnya pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka tidak akan menyerang kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa sehingga beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke kaum Yahudi Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati perjanjian mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh kerana itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.

Nabi saw memerintahkan agar para sahabat tidak melaksanakan solat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim memahami bahawa perintah tersebut bererti mereka akan menerobos benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam.

Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang Yahudi Quraizhah di masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahawa mereka dapat memanfaatkan hubungan yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus membayangkan bahawa tokoh mereka akan memberikan keringanan terhadap sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di khemahnya kerana terkena panah kauni Ahzab. Sebahagian kaumnya membujuknya agar ia bersikap baik terhadap orang- orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan orang-orang

Yahudi membujuknya agar ia bersikap lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan penyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah SWT dari tujuh langit."

Sa'ad mengetahui bahawa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka dan berbagai tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan menghancurkannya. Oleh kerana itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.

Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan pergelutannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang Quraisy. Nabi saw berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk dan ia tidak mahu melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan mereka meminta agar aku menyambung tali silaturahmi nescaya aku akan menyetujuinya."

Nabi saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak seorang pun dari kaum Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu mereka bahawa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT dan mengagumkan kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai kaum Muslim memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali pada tahun depan.

Datanglah juru runding kaum Quraisy lalu Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian yang intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan Muslim. Nabi saw menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak bahawa perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah kebingungan kaum Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak kembali kecuali membawa berita persetujuan dengan perjanjian yang ditandatangani orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.

Para sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran? Mengapa kita menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum musyrik? Apakah kita takut terhadap mereka?"

Mendengar berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawapan yang unik bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin akan menyia- nyiakan aku." Makna dari kalimat beliau adalah, "taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar."

Perjalanan hari menetapkan bahawa perjanjian yang menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah sahabat itu justru membawa kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw yang mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan masa depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan kemenangan yang spektakuler.

Suhail bin Amr adalah wakil dari delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya Allah. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan Quraisy itu tidak bererti sama sekali kerana tidak ada perbezaan yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.

Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan Allah nescaya aku tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr."

Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali kembali menulis bahawa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama sepakat untuk menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk mengembalikannya kepada Nabi.

Syarat tersebut sangat menyakitkan kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang Quraisy memaksakan kehendaknya dalam syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali melanjutkan tulisannya, hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan tidak memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu beliau harus meninggalkannya. Pensyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim dan terkesan membingungkan.

Di tengah-tengah perjanjian tersebut terjadi suatu peristiwa yang menambah penderitaan dan kebingungan Muslimin di mana anak dari juru runding Quraisy meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia masuk Islam dan ingin bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail segera bangkit menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada kaumnya. Orang Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam menanggung penderitaan kerana Allah SWT akan menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya suatu jalan keluar dan kelapangan.

Nabi memahamkannya bahawa beliau telah mengadakan suatu perjanjian dengan kaum Quraisy dan bahawa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian mereka.

Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan ke Mekah dalam keadaan terseksa. Kemudian Selesailah penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim dan pihak kaum musyrik. Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah saw memerintahkan para sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban dan mencukur rambut mereka (tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah. Namun tak seorang pun bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau mengulangi perintahnya ketiga kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak membisu kerana ketegangan dan kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika para sahabat mengetahui bahawa Nabi saw tampak marah dan telah mendahului mereka dengan tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk menyembelih korban dan memotong rambut mereka.

Perjalanan hari menunjukkan bahawa perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam, maka ketika tersebar berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berailah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.

Saat aktiviti kaum Quraisy terhenti, maka kaum Muslim mengalami peningkatan aktiviti di mana mereka berhasil menarik orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua tahun dari masa penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahawa saat Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat ratus Muslim namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah beliau disertai dengan sepuluh ribu Muslim.

Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang luar biasa ini adalah dikeranakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam pergelutan politiknya, dan syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi syarat- syarat yang merugikan kaum Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya kerana Allah SWT telah memampukan Islam darinya, dan barang siapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana duri di tengah-tengah kaum Quraisy.

Belum lama waktu berjalan sehingga kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan mengharap kepada beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw.

Demikianlah Nabi saw terus menjalani mata rantai pergelutan yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang peribadi sekali pun tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau dengan sembilan isteri tersebut merupakan keistimewaan peribadi yang hanya beliau miliki kerana berhubungan dengan sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya untuk menikahi empat orang isteri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu isteri jika seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat adil.

Kaum orientalis dan musuh-musuh Islam mencuba untuk menghina Nabi dan memujukkannya, dan salah satu cela yang mereka manfaatkan adalah perkahwinan beliau dengan sembilan wanita. Kita mengetahui bahawa pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan sebab-sebab politik atau kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahawa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri yang lain sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah sebelum beliau diutus untuk menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia meninggal dan beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang isteri sampai mencapai sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau dengan Aisyah yang saat itu masih belia merupakan usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkahwinan beliau dengan Hafshah meskipun ia sedikit kurang cantik merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin pasukannya yang mati syahid di jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan penderitaan bersama beliau saat hijrah di Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian menghadapi berbagai persoalan kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di rumah kenabian. Perkahwinan beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan terhadap keislaman wanita itu dan kemuliaannya dari kaum lelaki serta kesendiriannya dalam menjalani kehidupan.

Sementara itu, pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di mana perintah pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan nasab yang dimilikinya yang kerananya ia menolak ketika ditawari untuk menikah dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan Zaid:

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa menderhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36)

Sejak semula tampak jelas bahawa pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan jenis lelaki yang mampu menahan kehidupan bersama seorang wanita yang hatinya jauh darinya. Zaid datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada beliau dan meminta izin untuk menceraikan isterinya. Allah SWT mewahyukan kepada Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan isterinya, lalu hendaklah beliau menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan beliau berbicara kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahawa ia menikahi isteri dari anaknya tetapi apa yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai isterinya lalu Nabi dapat menikahi Zainab untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat mendengar berbagai ocehan yang akan dikatakan oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu, Allah SWT berfirman:

"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: 'Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,' sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang- orang mukmin untuk (menikahi) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. " (QS.
al-Ahzab: 37)

Pernikahan beliau dipenuhi dengan unsur politik dan usaha untuk menyebarkan kebaikan dan rahmat serta penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara itu, Ummu Habibah binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah.

Ia berhadapan dengan keterasingan dan kekhuatiran dalam membela agama Allah SWT. Kemudian suaminya mati meninggalkannya sendirian dalam menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.

Pada suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi isteri Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempat tidur itu dari ayahnya. Melihat sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau mulai membenciku?" Dengan penuh keberanian ia menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya."

Adapun Shofiyah binti Huyay adalah anak seorang raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pernikahan Nabi dengan kedua wanita itu terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar kaum Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan sikapnya ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan beliau mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta.

Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang yang kalah itu dengan maksud agar kebebasan dan kemuliaan kembali kepada keluarga mereka dan mereka dapat masuk Islam secara puas dan sukarela. Kemudian beliau menikah dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis telah memberikannya kepada Nabi sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masihi dan sebagai bentuk hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan dengan wanita-wanita ahlul kitab.

Maryam memberikan anak kepada Nabi saw yang bernama Ibrahim, nama dari datuknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat masih menyusu. Kematiannya merupakan ujian bagi Nabi dan sebagai isyarat dari Ilahi bahawa pewaris-pewaris Rasul dari kaum lelaki adalah para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak dari sulbinya.

Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw mempunyai banyak waktu untuk mencari kesenangan meskipun halal. Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang membayangkan bahawa Rasul saw hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan Muslim di zamannya.

Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan yang luar biasa sehingga sebahagian isterinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau keluarga Umar bahkan sebahagian isterinya bersatu untuk meminta kepada beliau agar beliau menambah nafkah mereka sehingga Nabi meninggalkan isteri-isterinya, lalu tersebarlah isu yang menyatakan bahawa beliau telah menceraikan semua isterinya. Kemudian turunlah ayat Takhyir (yaitu ayat yang memberikan pilihan kepada isteri-isteri Nabi untuk tetap menjadi isteri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al- Qur'an al-Karim memberikan pilihan pada isteri-isteri Nabi antara menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh kesederhanaan atau menerima perceraian. Allah SWT berfirman:

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: 'Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar. " (QS. al-Ahzab: 28-29)

Selesailah fitnah. Demikianlah pergelutan di rumah Rasul saw. Akhirnya, isteri-isteri beliau memilih kehidupan zuhud dan bersabar serta akhirat daripada kehidupan dunia. Permintaan isteri-isteri nabi tidak melebihi hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh umat, kerana itu beliau harus menjadi teladan bagi umat sehingga beliau dapat menjadi cermin tertinggi yang layak di emban oleh seorang yang memegang tampuk kepemimpinan Muslimin. Allah SWT telah membalas pengorbanan isteri-isteri Nabi saw dalam bentuk mengangkat kedudukan mereka dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman:

"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka." (QS. al- Ahzab: 6)

Dan, sebagai penegasan terhadap keibuan spirituil ini, Islam mewajibkan hijab yang teliti kepada mereka, yaitu suatu hijab yang tidak diperlakukan seperti itu kepada Muslimah-Muslimah lain. Nabi saw melanjutkan dakwahnya. Beliau mengirim surat ke raja-raja dan para penguasa di mana beliau ingin menunjukkan universalitas ajaran Islam. Nabi saw mengajak Kaisar Romawi untuk mengikuti Islam, lalu beliau mengirim utusan ke Amir Damaskus mengajaknya untuk memeluk Islam, dan beliau mengutus utusan ke Amir Basrah bahagian dari wilayah Romawi dan mengajaknya untuk mengikuti Islam, dan beliau juga mengirim surat ke penguasa Qibti dan mengajaknya untuk masuk Islam, dan beliau juga menulis surat ke Kisra, Raja Persia dan mengajaknya untuk mengikuti Islam. Beliau juga mengirim utusan ke Amir Bahrain dan mengajaknya untuk mengikuti Islam.

Lalu berbagai reaksi disampaikan berkenaan dengan surat-surat Nabi itu. Di antara mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahawa ia masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek surat itu dan di antara mereka ada yang membalas surat itu dengan jawapan yang baik, dan di antara mereka ada yang menerima kebenaran. Demikianlah hari berlalu dalam pergelutan yang tidak pernah padam, suatu pergelutan yang dipimpin oleh Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan menyucikan jazirah Arab. Akhirnya, manusia masuk dalam agama Allah SWT dalam keadaan berbondong-bondong, dan Allah SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi saw melaksanakan haji wada' (haji yang terakhir) dan turunlah kepada beliau wahyu di Arafah sebagaimana firman-Nya:

"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3)

Ayat tersebut dibacakan kepada Abu Bakar sehingga ia menangis. Allah SWT merasa bahawa telah tiba waktunya untuk mengakhiri misi Rasul- Nya. Aisyah berkata kepada anak-anak yang berteriak dan bermain-main di luar rumah: "Diamlah kalian kerana Rasulullah saw sedang sakit." Anak- anak itu pun terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar biasa. Pada hari-hari terakhir, Rasulullah saw tidak lagi bercanda dengan mereka sebagaimana yang biasa beliau lakukan.

Mereka memperhatikan bahawa kepucatan yang aneh menyelimuti Nabi saw yang biasanya wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan Fadl bin Abbas dan Ali bin Abu Thalib. Beliau merasakan keletihan dan kesakitan. Kemudian Aisyah menidurkan beliau di atas ranjangnya yang kasar dan Aisyah meletakkan tangannya di atas kening beliau. Kepala beliau tampak panas kerana saking hebatnya demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu beliau tertidur. Kemudian mengalirlah dalam memori Nabi saw berbagai gambar hidup: Jibril turun kepada beliau dengan membawa wahyu di gua Hira. Beliau telah melewati waktu yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi. Bahkan empat puluh tahun yang mendahuluinya tampak seperti gambar yang hanya dilukis sesaat.

Segala sesuatu menjadi mudah bagi Allah SWT dan Rasulullah saw telah berhasil melalui berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan akidah kepada para pengikutnya dengan penuh kemantapan. Akhirnya, Islam menjadi mulia dan benderanya semakin berkibar. Kemudian beliau bangun kerana melihat tangisan yang tersembunyi dari Aisyah. Beliau membuka kedua matanya dan melihat wajah Aisyah sambil beliau sendiri berusaha melawan rasa pusing, demam, dan sakit yang dirasakannya. Beliau kembali tersenyum untuk menenangkan Aisyah dan beliau kembali memejamkan matanya dan tidak sedarkan diri. Apa gerangan yang menyebabkan Aisyah menangis? Tidakkah Allah SWT memahkotai jihad Nabi saw yang berat dengan penaklukan Mekah dan penyucian Baitul Haram?

Berbagai gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori Nabi saw. Beliau mengingat bagaimana tindakan orang Quraisy ketika membantalkan perjanjian Hudaibiyah dan mereka memerangi Khaza'ah yang saat itu bersekutu dengan kaum Muslim dan akhirnya mereka membunuh semua sekutu kaum Muslim di Baitul Haram. Kemudian beliau berjalan bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan telah siap, dan tentera Muslim turun dari gunung Mekah laksana air bah yang tidak berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah, dan pedang; telah lewatlah masa di mana Rasulullah saw memimpin pasukan yang di dalamnya terdapat kaum Muhajirin dan Anshar. Di tengah-tengah pasukan besar tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah SWT sampai-sampai kepalanya hampir menyentuh punggung unta yang dinaiki. Pintu Mekah terbuka untuk pasukan ini.

Para pemimpin Mekah dan pengikut-pengikut mereka menyerahkan diri. Kalimat Allah SWT semakin meninggi di dalamnya. Nabi saw memasuki Baitul Haram lalu beliau berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang berbaris di sekitarnya, lalu beliau memukulnya dengan kapaknya. Kemudian patung-patung itu berjatuhan dan hancur. Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan mengembalikannya sebagaimana yang diciptakan oleh Allah SWT sebagai rumah tauhid yang mutlak, beliau menoleh kepada orang Quraisy dan memaafkan mereka dan mengajak mereka untuk kembali ke jalan Allah SWT. Kemudian tibalah waktu solat, lalu Bilal naik di atas punggung Ka'bah dan mengumandangkan Azan. Penduduk Mekah mendengarkan panggilan baru ini di mana gemanya berputar-putar di antara gunung:

"Allah Maha Besar. Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah. Aku bersaksi bahawa Muhammad utusan Allah. Marilah melaksanakan solat. Marilah menuju keberuntungan. Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah."

Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan kemuliaannya. Kemudian lagi-lagi arus berbagai gambar terlintas dalam memorinya: itulah peperangan Hunain dengan kekalahannya, kemenangannya, dan ganimahnya; Itulah Nabi saw yang memberikan ganimah terhadap orang- orang yang bergabung dengan Islam hanya dua hari dari penduduk Mekah, dan mencegah untuk memberi ganimah Hunaian kepada kaum Anshar yang telah memberikan segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw dan memberitahunya bahawa kaum Anshar sedang marah. Rasul saw bertanya: "Mengapa marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan pada seluruh orang Arab namun mereka tidak mendapatkan apa-apa." Rasulullah saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata: "Aku tidak lain kecuali seseorang dari kaumku." Rasulullah saw berkata: "Kumpulkanlah kepadaku kaummu untuk masalah yang penting ini dan jika kalian telah berkumpul, maka beritahulah aku."

Sa'ad mengumpulkan seluruh kaum Anshar lalu ia memberitahu Rasul saw bahawa ia telah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka dan berdiri di hadapan mereka sambil memuji Allah SWT dan kemudian berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir lalu Allah SWT memampukan kalian, dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian tidak menjawab wahai kaum Anshar?" Mereka berkata: "Apa yang kita akan katakan wahai Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh segala kurnia hanya milik Allah SWT dan Rasul-Nya."

Rasulullah saw berkata: "Demi Allah, seandainya kalian mahu nescaya kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan engkau datang dalam keadaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang dalam keadaan teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan kurnia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah kalian akan marah terhadap harta yang telah aku berikan kepada suatu kaum dengan harapan agar keimanan meresap dalam hati mereka dan kalian justru melupakan kurnia yang telah Allah SWT berikan kepada kalian dalam bentuk nikmat Islam. Tidakkah kalian wahai kaum Anshar merasa puas ketika manusia pergi untuk melakukan perjalanan di musim dingin sedangkan kalian pergi dengan Rasulullah saw. Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain nescaya aku akan melalui jalan kaum Anshar. Ya Allah, rahmatilah kaum Anshar dan anak-anak kaum Anshar dan cucu kaum Anshar."

Mendengar doa itu, kaum tersebut menangis sehingga janggut mereka terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT sebagai Tuhan dan sangat puas dengan pembahagian Rasulullah saw." Kemudian Nabi saw pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam keadaan puas. Orang-orang Anshar memahami bahawa Muslim yang hakiki di dunia adalah seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil. Nabi saw terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh beliau meningkat kerana demam, lalu beliau memanggil Aisyah dan meminta kepadanya untuk membawa air yang dapat digunakannya untuk mendinginkan tubuhnya. Aisyah mulai menuangkan air kepada Rasulullah saw sampai demam beliau beransur- ansur sedikit menurun. Tampak bahawa waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin meningkat.

Beliau mulai merasa bahawa tidak mampu lagi untuk solat bersama para sahabat, lalu beliau memerintahkan Abu Bakar untuk solat bersama mereka. Pada saat Nabi mengalami antara keadaan terjaga dan tidur, beliau selalu berfikir apa gerangan yang belum disampaikannya kepada manusia. Beliau telah menyampaikan segala sesuatu dan telah mengajari mereka segala sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak akan sesat.

Rasul saw mulai mengantuk dan berbagai nostalgia terlintas di kepalanya. Beliau melihat dirinya di haji Wada'. Selesailah perjanjian yang diberikan kepada kaum musyrik dan mereka telah dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw keluar sebagai pemimpin haji dan mengajari kaum Muslim cara manasiknya. Rasulullah saw memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka menghidupkan memori datuk mereka, Ibrahim Khalilullah. Nabi saw berdiri dan berpidato di tengah-tengah keramaian itu. Nabi saw mulai merasakan bahawa kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahawa kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali menanamkan nilai- nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah berjuang selama dua puluh tiga tahun menegakkan agama Allah SWT, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah aku telah menyampaikan amanat Tuhan?" Lalu manusia yang hadir saat itu menyatakan bahawa beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah. Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada mereka.

Kemudian beliau berwasiat kepada Mu'ad saat ia menunggangi kenderaannya sedangkan Rasulullah saw berjalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang yang paling utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka dan di mana pun mereka." Nabi saw adalah rahmat bagi semua manusia dan sebagai cermin yang tertinggi dari cermin persaudaraan dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat Islam namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang biasa melekat pada seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa pun. Beliau berkata kepada para sahabatnya: "Aku hanya seorang hamba Allah SWT dan Rasul-Nya."

Beliau keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk penghormatan kepada beliau mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka agar tidak berdiri. Ketika beliau keluar untuk menemui sahabat-sahabatnya dan murid-muridnya, maka beliau duduk bersama mereka di tempat terakhir yang ditemukannya. Beliau sangat bersahabat dan ramah dengan para sahabatnya, bahkan beliau bercanda dengan anak-anak mereka dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang dewasa mahupun anak- anak. Beliau membesuk orang-orang yang sakit meskipun berada di tempat yang jauh. Beliau menerima alasan orang yang mempunyai uzur. Beliau mendahului orang yang ditemuinya dengan salam bahkan beliau mendahului berjabat tangan dengan para sahabatnya.

Ketika seseorang datang untuk menemuinya saat beliau solat, maka beliau mempersingkat solatnya dan menanyakan keperluan orang itu. Setelah menyelesaikan keperluan manusia, beliau kembali menyelesaikan solatnya. Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan memiliki keperibadian yang paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau melayani keluarganya. Beliau mencuci bajunya. Beliau memperbaiki sandalnya dan memberi minum unta. Beliau makan bersama pembantu. Beliau memenuhi kebutuhan orang yang lemah, orang yang sedih, dan orang yang miskin. Bahkan kebaikan beliau dan kasih sayangnya sampai pada tingkat di mana beliau membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang solat.

Kasih sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju pada binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan tangannya sendiri bahkan beliau pernah merawat anjing yang sakit. Beliau memerintahkan pasukan Islam saat berperang demi menegakkan keadilan Islam agar mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua, kaum wanita dan hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah.

Apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya berisi suatu sistem untuk meningkatkan kualiti kehidupan dan kemajuannya, ini semua adalah hal relatif namun beliau datang dengan membawa peradaban yang abadi yang mengatur hubungan antara manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud sehingga semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk mengurus masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa depan agama dan sangat peduli dengan masalah kaum Muslim. Beliau khawatir suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul Awal yang mulia, beliau kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan diridhai.
Salam kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersamamu.

Tidak ada komentar: