Kedua ayat itu mengatakan bahawa ini
bukan saatnya melindungi para tawanan dan berusaha untuk menebus mereka. Waktu
Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan kecuali jika ia
telah melakukan banyak peperangan dan banyak berjihad dan telah banyak membunuh
dan dakwahnya telah mapan.
Kedua ayat tersebut menyingkap
tujuan di balik penebusan tawanan: "Kamu menghendaki harta benda duniawi
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)."
Demikianlah pemikiran yang
mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual yang sulit. Itu adalah pemikiran yang
bersifat taktik sebagaimana yang kita ungkapkan dalam istilah moden dan bukan
pemikiran yang bersifat strategis. Kemudian para tawanan tersebut bukan tawanan
biasa tetapi menurut istilah moden mereka adalah penjahat-penjahat perang. Oleh
kerana itu, nyawa mereka harus ditumpahkan saat mereka dapat ditangkap,
meskipun mereka memiliki kekayaan yang banyak atau kedudukan yang tinggi. Islam
tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan,
sedangkan pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh
Islam.
Nas Al-Qur'an memperingatkan
orang-orang yang menang bahawa kesalahan mereka bisa berakibat pada datangnya
seksaan yang bakal mereka terima tetapi Allah SWT mengampuni mereka dan
menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu
dari Allah, nescaya kamu ditimpa seksaan yang besar kerana tebusan yang kamu
ambil."
Seksaan tersebut memang lebih dekat
daripada pohon yang dekat ini, kemudian Allah SWT mengampuni mereka dan Allah
SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik dosa yang lalu
mahupun dosa mereka yang akan datang. Demikianlah Al-Qur'an ingin mendidik kaum
Muslim agar mereka tidak banyak mempertimbangkan urusan manusiawi saat
berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya yaitu peperangan yang hanya ditujukan
kepada Allah SWT dan hendaklah peperangan tersebut dihilangkan dari
pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi mengetahui
bahawa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat pada kekalahan
mereka.
Dalam peperangan Uhud jumlah kaum
musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga ratus pasukan setelah
pemimpin orang-orang munafik Abdullah bin Saba' mengundurkan diri pasukan. Kaum
Muslim diletakkan di gunung dan Rasulullah saw membuat rencana yang jitu untuk
memenangkan pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung
untuk melindungi punggung kaum Muslim dan melindungi mereka dari serangan dari
arah belakang. Rasulullah saw memberi pengertian kepada pasukan panah itu agar
mereka tetap di tempatnya baik kaum Muslim menang mahupun kalah. Yakni bahawa
pasukan pemanah tidak boleh turun dari gunung dan meski berusaha untuk
melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada mereka. "lindungilah
punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami sedang bertempur, maka kalian
tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong kami, dan jika kalian melihat
kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut
serta bersama kami."
Setelah membuat keputusan tersebut,
Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu beliau membikin suatu rencana
untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam mendorong
pasukan musyrik laksana angin yang kencang yang memporak-porandakan ribuan kaum
musyrik. Pada tahap pertama pasukan Islam tampak menguasai medan dan berhasil
menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun mereka
unggul secara bilangan dan meskipun mereka memiliki kekuatan persenjataan yang
lengkap, pasukan Mekah justru dikejutkan dengan ketangguhan pasukan Muslim yang
dapat memukul mundur mereka hingga mereka membayangkan bahawa mereka tidak
dapat memenangkan peperangan atau dapat bertahan di hadapan pasukan Muslim.
Debu-debu peperangan mulai
berterbangan yang menyertai tanda-tanda kekalahan pasukan Mekah. Sementara itu,
para pemanah yang diletakkan Rasulullah saw di suatu tempat yang strategis
berfikir untuk memperoleh ganimah. Pasukan Mekah telah kalah dan mereka telah
melarikan diri dari pasukan Muslim, maka bagaimana seandainya para pemanah
turun dari tempat mereka untuk mengumpulkan harta rampasan dan ganimah.
Rasulullah saw telah mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat
mereka, apa pun yang terjadi tetapi pasukan pemanah itu justru berkhianat dan
menentang perintah Nabi saw setelah mereka membayangkan bahawa peperangan telah
selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang beriman.
Pasukan pemanah mengira bahawa Allah
SWT akan menutupi kesalahan mereka dan akan melindungi mereka sehingga mereka
berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan telah
tercabut dari hati sebahagian pasukan. Belum lama hal tersebut berlangsung
sehingga terjadilah perubahan yang drastik pada peperangan. Pemimpin pasukan
berkuda musyrik dalam peperangan Uhud yaitu Khalid bin Walid yang kemudian ia
menjadi tokoh Muslim adalah orang yang sangat genius dalam peperangan. Begitu
ia melihat pasukan pemanah lari dari tempat mereka, maka ia melihat celah yang
terbuka di tengah-tengah kaum Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan
disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari
belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat
mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya
lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali.
Pasukan Muslim dikepung dari dua
arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain dari depan.
Kemudian berjatuhanlah korban- korban dari pasukan Muhammad bin Abdillah.
Banyak di antara mereka yang mati sebagai syahid saat mempertahankan dan
melindungi Rasulullah saw, bahkan sang Nabi pun hidungnya terluka dan giginya
pun runtuh dan kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau mengucurkan
darah.
Kemudian tersebarlah isu bahawa
Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul
dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebahagian mereka
kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka tetap
menjaga Nabi saw yang mulia. Ketika mendengar kematian Nabi, Anas bin Nadhir
berkata kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti
kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian hidup sesudahnya."
Pasukan Muslim tetap bertahan dan
melakukan peperangan, lalu tekanan kaum musyrik semakin berat kepada Nabi saw
dan para sahabatnya. Kemudian terjadilah kejadian yang paling sulit dalam
sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum musyrik menekannya dan
berusaha membunuhnya: "Barang siapa yang dapat mengusir mereka dariku,
maka baginya syurga."
Mendengar perkataan itu, kaum Muslim
segera mengitari Nabi saw dan melindungi beliau sehingga banyak dari mereka
berguguran sebagai syahid. Bahkan sahabat-sahabat Abu Juanah melindungi Nabi
saw sampai- sampai punggungnya dipenuhi dengan anak-anak panah. Ia bagaikan
baju besi yang dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kukuh melindungi Nabi saw.
Kemudian berubahlah keadaan kerana keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan
oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka memilih untuk menarik diri.
Saat itu orang-orang Quraisy tidak lebih sedikit penderitaannya daripada
orang-orang Muslim.
Setelah peperangan yang dahsyat itu,
kaum musyrik menarik diri setelah mereka berhasil membunuh beberapa orang
Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan yaitu sang Nabi saw.
Semua itu terjadi kerana satu kesalahan yaitu kesalahan terletak pada
penentangan dan pembangkangan para pemanah terhadap perintah sang Rasul saw dan
usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka.
Ketika sebahagian kelompok dari
sahabat kehilangan pengorbanan dan kehilangan sikap ikhlas dalam hati mereka,
maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentera yang paling berani dan mulia
di antara mereka yaitu sang Nabi saw. Langit tidak ikut campur untuk
menyelamatkan pasukan Islam itu. Kesalahan kaum Muslim itu harus dibayar oleh
Rasul saw di mana wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah yang cukup deras
dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka
darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah
dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya.
Luka beliau bukan hanya bersifat
materi tetapi luka spirituil beliau dan rohani beliau pun semakin bertambah.
Ini beliau rasakan ketika mendengar bahawa pamannya Hamzah gugur sebagai syahid
dan tidak cukup dengan itu, bahkan isteri Abu Sofyan yaitu Hindun membelah
perutnya dan mengeluarkan jantungnya serta mengunyahnya dengan mulutnya. Semua
itu semakin menambah kesedihan sang Nabi.
Kaum Quraisy menguasi pasukan Muslim
dan mereka memperlakukan dan menekan kaum Muslim secara aniaya. Seandainya
bukan kerana rahmat Allah SWT nescaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang
teruk. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik kaum
Muslim agar mereka benar-benar ikhlas dan memahamkan mereka bahawa kekalahan
mereka sebagai akibat dari adanya pasukan di antara mereka yang menginginkan
dunia meskipun di antara mereka ada sebahagian yang menginginkan akhirat. Jika
terjadi demikian, maka tidak ada jalan untuk memperoleh kemenangan. Ini
bukanlah hal yang diinginkan oleh pasukan Muslim, yang diharapkan adalah
hendaklah semua pasukan tertuju untuk mencapai ridha Allah SWT dan hanya
mengharapkan akhirat. Jika demikian halnya, maka Allah SWT akan memberi mereka
dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dan menceritakan
peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran:
"Di antaramu ada orang yang
menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.
Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan
sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai kurnia (yang
dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152)
Allah SWT memaafkan hal itu.
Orang-orang Muslim kini menghitung jumlah korban mereka dan mengubati
orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya Hamzah, dan
ketika beliau mendapatinya di tengah-tengah sahabat yang gugur, dan orang-orang
kafir telah merosak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak
akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama- lamanya."
Kemudian Nabi saw berdiri dan memuji
Allah SWT lalu beliau memerintahkan untuk mengembalikan orang-orang yang
terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu
keluarga mereka telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan
kedua orang laki-laki dari pahlawan-pahlawan Uhud dalam satu pakaian dan beliau
bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat dari
Al-Qur'an. Jika diisyaratkan kepada salah satunya, maka beliau akan
mendahulukannya untuk dimasukkan dalam liang lahad.
Rasulullah saw juga memerintahkan
agar mereka dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun tidak mensolati
mereka, serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana
mereka dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang
pun yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari
kiamat dalam keadaan di mana Iukanya akan mengucur darah. Warna itu adalah
warna darah dan baunya seperti minyak misik."
Bukanlah penderitaan yang dalam yang
merupakan pelajaran yang harus dimengerti kaum Muslim dari peperangan Uhud
sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw dan
ketidaktaatan mereka kepadanya, tetapi wahyu juga menurunkan berbagai pelajaran
yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran
kesetiaan adalah penjelasan tentang sentral utama yang di situ kaum Muslim
berkumpul. Peribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum Muslim
berkumpul yang ketika peribadi Rasulullah saw yang mulia pergi kerana satu dan
lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau. Tidak
seharusnya peribadi Rasul saw menjadi markas atau sentral tetapi yang menjadi
sentral dari semuanya adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling penting.
Demikianlah bahawa Al-Qur'an
al-Karim mencela orang-orang yang meletakkan senjatanya ketika tersebar isu
terbunuhnya Nabi saw. Islam tidak akan mencapai puncaknya ketika kaum Muslim
berkumpul di sisi Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun ketika beliau
terbunuh atau mati, maka mereka murtad di mana mereka membuang senjatanya dan
pergi mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang- orang yang
mengikuti prinsip bukan mengikuti peribadi. Muhammad bin Abdillah memang
seorang pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai
makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan bahawa seorang
Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw wafat atau
terbunuh. Hendaklah seorang Muslim memanggul senjatanya dan tidak membuang dari
tangannya kecuali dalam dua keadaan: pertama ketika ia telah memperoleh
kemenangan dan kedua ketika ia telah mati.
Nas Al-Qur'an menjelaskan secara
gamblang hubungan kaum Muslim dengan akidah Islam, bukan dengan peribadi sang
Rasul saw. Allah SWT berfirman:
"Muhammad itu tidak lain
hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.
Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang
siapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat
kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang
yang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144)
Demikianlah bahawa peperangan Uhud
telah membawa dampak yang luar biasa terhadap kaum Muslim, utamanya terhadap
Nabi saw. Orang-orang yang terbunuh di perang Uhud adalah sahabat-sahabat yang
paling mulia dan paling banyak imannya. Mereka adalah pilihan dari orang-orang
Muslim yang pertama; mereka memikul beban dakwah di saat-saat yang sulit bahkan
mereka harus berhadapan dan memusuhi kerabat mereka dan teman-teman mereka;
mereka menjadi terasing saat menyatakan keislaman mereka sebelum hijrah dan
sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah
SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan
ketika datang saat yang paling berbahaya dan pasukan Islam telah terkepung di
mana jiwa Rasul saw telah terancam, mereka justru mencurahkan darah mereka
bagaikan lautan yang menenggelamkan orang-orang kafir dan mereka mampu
melindungi sang Rasul saw dan mengubah jalan peperangan serta menyelamatkan
akidah tauhid.
Peperangan Uhud bukanlah pengorbanan
pertama yang dilakukan oleh kaum Muslim dan bukanlah merupakan peperangan yang
terakhir. Ia adalah satu peperangan di antara cukup banyak peperangan yang
dilalui oleh Islam untuk menyebarkan kalimat Allah SWT di muka bumi dan
membimbing hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan
Uhud bukanlah pengorbanan yang pertama terhadap Islam dan bukan juga yang
terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di mana
beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak
memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan sia-sia
bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau diberikan
kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam peperangan dan
beliau memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu
masalah kecuali beliau berhadapan dengan masalah yang baru dan lain; belum lama
beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain.
Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan kontribusi
dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT.
Silakan Anda mengamati kehidupan
sang Rasul saw dari sudut manapun yang Anda inginkan nescaya Anda tidak akan
menemukan sudut dari sudut-sudut kehidupan beliau kecuali dimulai dan dipenuhi
dengan pergelutan yang hebat.
Rasulullah saw telah melalui
pergelutan militer dalam berbagai macam pertempuran yang silih berganti yang
beliau lakukan. Beliau memulai pergelutan politiknya yang terwujud dalam
perundingan-perundingan dan surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa
dan para raja di berbagai negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau
melakukan pergelutannya dalam masalah peribadi di rumah tangga. Rumah tangga
beliau pun tidak kosong dari pergelutan. Beliau adalah pejuang sejati dalam
setiap waktu. Kalau kita mengenal Nabi Ibrahim sebagai seorang musafir di jalan
Allah SWT, maka Muhammad bin Abdillah adalah seorang pejuang di jalan Allah
SWT. Belum lama peperangan Uhud berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya
berbekas pada kaum Muslim. Orang-orang Arab Badwi mulai berani bersikap kurang
ajar kepada mereka, demikian juga orang-orang Yahudi, apalagi orang-orang
munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum
Muslim.
Kemudian datanglah utusan dari
kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada beliau bahawa mereka
mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka hendaklah beliau
mengutus kepada mereka beberapa dai dan mubaligh untuk mengajari mereka tentang
dasar-dasar agama. Nabi saw mengutus bersama mereka sekelompok para dai yang
dipimpin oleh 'Ashim bin Tsabit. Ternyata orang-orang itu berkhianat atas para
sahabat-sahabat yang berdakwah itu dan mereka pun dibunuh. Bahkan tiga di
antara mereka ditawan dan dijual di Mekah. Dijualnya mereka di Mekah bererti
mereka diserahkan pada kelompok orang-orang Quraisy yang telah lama menunggu
untuk menangkap kaum Muslim. Kaum Quraisy Mekah membunuh tiga tawanan kaum
Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu
terbunuh dengan cara yang begitu tragis.
Ketika datang kepada Nabi saw
orang-orang yang minta pada beliau agar dikirim utusan dari kalangan mubaligh
untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini
betul-betul mempertimbangkan antara kepentingan menyebarkan Islam dan
perlindungan terhadap kehormatan manusia. Lalu beliau memilih untuk kepentingan
dakwah Islam. Beliau menyedari bahawa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya;
beliau memberitahu mereka bahawa mereka akan menghadapi suatu keadaan yang
misteri yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut sudah
menjadi bahagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah Islam.
Ketika Nabi saw mengutarakan
kekhuatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal diutusnya di tengah kabilah
itu, orang-orang yang meminta beliau untuk mengutus para sahabatnya menyakinkan
beliau bahawa mereka akan melindungi sahabat beliau. Kemudian Nabi saw
memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan
berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu
pergilah para sahabat yang kemudian dikenal dengan sebutan al-Qurra' (yaitu
orang-orang yang pandai membaca Al-Qur'an dan menghafalnya). Mereka adalah para
dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka memikul kayu
bakar dan pada malam hari mereka sibuk dalam keadaan solat. Ketika datang
perintah Rasulullah saw kepada mereka untuk pergi dan berdakwah mereka pun
pergi dalam keadaan gembira kerana mereka diajak untuk berjihad di jalan Allah
SWT. Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik dan
para pengkhianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bernama sumur
Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui
pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubaligh dari sahabat Rasulullah saw
itu menyampaikan surat Nabi yang dibawanya di mana beliau mengharapkan agar
masyarakat di situ masuk Islam, tetapi ia dikejutkan dengan adanya pisau yang
menembus punggungnya. Mubaligh itu berteriak saat ia tersungkur: "sungguh
aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah."
Kemudian pemimpin orang-orang kafir
itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para
mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah
di jalan Allah SWT itu pun gugur di sumur Ma'unah. Jasad-jasad mereka menjadi
makanan dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang
yang dikirim itu hanya seorang yang selamat yang kembali kepada Nabi saw. Ia
menceritakan apa yang dialami oleh fuqaha-fuqaha Muslimin di mana mereka
dikhianati. Ketika mendengar berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul
dan sedih. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata kepada
sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan
mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami,
berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang
menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan."
Sungguh penderitaan yang dialami
oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para sahabat yang gugur sebagai
syahid di sumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih mendengar sikap orang-orang Arab
dan orang- orang kafir terhadap Islam. Mereka telah mengejek dan merendahkan
kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali
mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan.
Dalam keadaan seperti ini,
bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw. Pada suatu hari
beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan. Kemudian
mula-mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka
mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka
bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu
yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan
terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah SWT mengilhami Rasul-Nya
akan datangnya bahaya kepada beliau, lalu beliau bangun sebelum pelaksanaan
tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju rumahnya. Beliau berfikir saat
beliau kembali ke rumahnya dengan membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan
dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam
menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan kewibawaannya dengan cara
mengangkat senjata.
Rasul saw mengutus utusan ke Bani
Nadhir dan memerintahkan mereka untuk keluar dari Madinah, bahkan Rasul saw
memberi waktu kepada mereka hanya sepuluh hari. Kemudian orang-orang munafik
yang ada di Madinah bersatu bersama orang-orang Yahudi dan mereka sepakat untuk
memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi
menelan kekalahan. Kemudian turunlah surah al-Hasyr yang menyebutkan pengusiran
orang-orang Yahudi dan menyingkap kedok orang-orang munafik. Setelah kemenangan
yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk membalas
kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya yang dikenal dengan al-Qurra' itu.
Rasul saw ingin mengembalikan kewibawaan Islam. Kemudian pasukan Rasul saw itu
mampu membuat para pengkhianat dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar
mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala-serigala gurun yang dulu bengis
itu pun ketakutan laksana tikus-tikus yang panik yang bersembunyi di bawah
lubang-lubang gunung. Orang-orang Quraisy mendengar kegiatan pasukan Islam.
Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan
Muslim berada di Badar. Mereka menunggu pertemuan yang disepakati di Uhud.
Orang-orang Muslim menyala-kan api selama delapan hari sebagai bentuk tantangan
dan menunggu kedatangan kaum kafir sehingga ketika mereka (kaum kafir) telah
pergi, maka citra kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan
dalam peperangan Uhud.
Kaum Muslim menoleh ke arah utara
jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di
sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas
kafilah yang berlalu di situ, bahkan kenekatan mereka sampai pada batas di mana
mereka berfikir untuk menyerbu Madinah. Oleh kerana itu, Rasulullah saw keluar
bersama seribu orang Muslim yang mereka bersembunyi di waktu siang dan berjalan
di waktu malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat yang
dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka menggerebek tempat
itu. Pasukan kafir itu dikejutkan dengan kedatangan kaum Muslim yang begitu
cepat.
Kita akan mengetahui bahawa alat
komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat unggul sebagaimana alat
pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak yang dilakukan oleh
pasukan Rasulullah saw menunjukkan bahawa mereka memiliki pertahanan yang luar
biasa. Sistem pertahanan yang luar biasa sebagaimana kedatangan pasukan yang
secara tiba-tiba itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup.
Demikianlah, terjadilah hari-hari
pertempuran militer. Belum lama Nabi saw meletakkan baju besinya, dan beliau
kembali membangun peribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai
baju besinya dan kembali berperang. Ketika musuh-musuh Islam yang berada di
sekelilingnya melihat bahawa kemampuan militer mereka tidak dapat menandingi
kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk
memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologi atau peperangan urat saraf dengan
cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim
dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah peperangan Bani Musthaliq yaitu
peperangan yang membawa kemenangan yang cepat bagi kaum Muslim, terjadilah
kesalahfahaman dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil
air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin,"
dan yang lain berteriak: "Wahai kaum Anshar."
Peristiwa yang sangat sepele itu
dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin
Ubai memprovokasi orang- orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ia ingin
membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur
oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh
mereka telah menyaingi kita dan mengambil kebaikan dari dan seandainya kita
telah kembali ke Madinah nescaya orang-orang yang mulai akan dapat mengusir
orang-orang yang hina di dalamnya."
Zaid bin Arqam menyampaikan kalimat
si munafik itu kepada Nabi saw, di mana kalimat itu berisi provokasi terhadap
orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin. Ubai menginginkan agar
mereka berpecah belah dan agar kesatuan mereka runtuh. Si Munafik itu segera
datang kepada Rasul saw dan menafikan apa yang dikatakannya. Orang-orang Muslim
secara lahiriah membenarkan perkataan si munafik itu dan mereka justru menuduh
Zaid bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi
dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau. Lalu beliau
mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat yang tidak
biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu sampai
waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian
yang singkat dan tiba-tiba itu mampu menepis kebohongan yang dirancang oleh si
Munafik, Abdullah bin Ubai. Yaitu kebohongan yang bertujuan untuk membakar
persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah
rumah sang Nabi saw.
Ketika Nabi masih memiliki kekuatan
yang menakutkan bagi yang mencuba melawannya, maka mereka pun melakukan
berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi objek tipu daya itu
adalah isteri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk
memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi
hajatnya, anting-anting itu terjatuh dari lehernya dan ia tidak mengetahui.
Ketika Aisyah kembali dari kafilah yang telah siap-siap untuk pergi, ia kembali
mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu orang-orang yang
membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di dalamnya. Mereka
tidak ragu dalam hal itu kerana memang berat badan Aisyah sangat ringan.
Pasukan Nabi berjalan dan membawa
tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah kembali dan tidak
mendapati pasukan di mana mereka telah pergi. Aisyah merasa hairan atas
kepergian pasukan yang begitu cepat. Aisyah merasa takut saat ia berdiri
sendirian di padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya
di mana di situlah untanya duduk juga. Aisyah melipat-lipat pakaiannya sambil
berkata dalam dirinya: Mereka akan mengetahui bahawa aku tidak ada dan kerana
itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.
Sementara itu, Sofwan bin Mu'athal
juga tertinggal kerana ia melakukan keperluannya. Ia berjalan dari arah yang
jauh lalu ia melihat bayangan orang yang tidak begitu jelas. Sofwan mendekat
dan tiba-tiba ia mengetahui bahawa ia sedang berdiri di hadapan Aisyah. Ia
melihat Aisyah sebelum diwajibkannya perintah memakai hijab (jilbab) atas
isteri-isteri Nabi. Ketika melihatnya, Sofwan berkata: "Sesungguhnya kita
milik Allah SWT dan kepadanya kita akan kembali,... isteri Rasulullah Aisyah
tidak menjawab.
Sofwan mundur dan mendekatkan
untanya kepadanya sambil berkata: "Silakan Anda menaikinya." Aisyah
pun menaikinya. Kemudian Sofwan membawanya pergi dan mencari pasukan yang telah
meninggalkannya. Sementara itu, pasukan Nabi sedang beristirahat. Para sahabat
mengira bahawa Aisyah masih berada dalam tandu. Tiba-tiba mereka terkejut
ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya.
Tokoh munafik Abdullah bin Ubai
segera memanfaatkan kesempatan emas ini. Ia membuat kisah bohong yang terkesan
menuduh isteri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai memilih
beberapa sahabat yang dikenalinya sebagai orang-orang yang mudah percaya dan
cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahawa
di antara mereka dan Aisyah terdapat kedengkian sehingga mereka suka jika
tersebar kebohongan yang berkenaan dengan Aisyah.
Demikianlah pemimpin munafik itu
berhasil menjerat beberapa sahabat dalam tali kebohongannya, di antaranya Hasan
bin Sabit. Musthah, dan seorang wanita yang dipanggil Hamnah binti Jahasv.
yaitu saudara perempuan Zainab binti Jahasy isteri Rasulullah saw. Ketiga orang
itu tertipu dengan kebohongan tersebut lalu mereka menyebarkannya sehingga
orang-orang yang terjerat dalam kebohongan itu mengatakan apa saja yang mereka
inginkan. Akhirnya. pasukan pun bergoncang dengan isu itu. Sementara itu,
Aisyah tidak mengetahui sedikit pun tentang hal tersebut. Isu tersebut
bertujuan untuk menjatuhkan Islam dan melukai perasaan Rasullullah saw dan itu
termasuk peperangan menentang Rasulullah saw dan ajaran yang dibawanya. Begitu
juga ia bertujuan menunjukkan bahawa kaum Muslim tidak konsekuen dengan akidah
yang mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah
tangga Aisyah.
Pasukan kembali ke Mekah dan Aisyah
jatuh sakit, namun ia tidak mengetahui isu-isu yang dikatakan tentang dirinya.
Kemudian Rasulullah saw mendengar hal itu sebagaimana ayahnya Abu Bakar dan
ibunya pun mendengarnya, namun tak seorang pun di antara. mereka yang
memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu di
hadapan Aisyah. Namun sikap beliau berubah di mana beliau tidak lagi
menunjukkan perhatiannya seperti biasanya saat Aisyah sakit. Ketika beliau
menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata: "Bagaimana
keadaanmu?" Beliau tidak lebih dari mengucapkan kata-kata itu. Ketika
Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia
berkata pada Nabi: "Seandainya engkau mengizinkan aku, nescaya aku akan
pindah ke tempat ibuku." Beliau menjawab: "Itu tidak ada
masalah."
Aisyah pun pindah ke tempat ibunya
dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang sebenarnya terjadi padanya.
Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia
pun belum mengetahui hal-hal yang dikatakan tentang dirinya. Umul mu'minin
Aisyah menceritakan bagaimana ia mengetahui isu bohong tersebut dan bagaimana
Allah SWT membebaskannya dari isu itu, ia berkata:
"Kami adalah kaum Arab di mana
kami tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh
orang-orang Ajam. Kami membencinya. Kami keluar untuk menikmati keluasan kota.
Sementara itu para wanita keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka.
Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah untuk memenuhi sebahagian
keperluanku. Lalu ia berkata: "Tidakkah kau sudah mendengar suatu berita wahai
puteri Abu Bakar?" Aku bertanya, "berita apa itu?" Lalu ia
memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku
berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini
benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi Allah, aku tidak mampu
memenuhi hajatku." lalu aku pulang. Demi Allah, aku tetap menangis
sampai-sampai aku mengira bahawa tangisanku akan merosak jantungku dan aku
berkata kepada ibuku, mudah-mudahan Allah SWT mengampunimu, banyak orang
berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia
berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali wanita yang baik
yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia memiliki isteri-isteri yang lain
(madunya) kecuali wanita itu akan diterpa oleh berbagai isu."
Aisyah berkata: "Rasulullah saw
berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan aku tidak mengetahui
hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai manusia,
bagaimana keadaan kaum lelaki yang menyakiti aku melalui keluar gaku dan mereka
mengatakan sesuatu yang tidak benar. Demi Allah, aku tidak mengenal mereka
kecuali dalam kebaikan. Lalu mereka mengatakan hal itu pada seorang lelaki yang
aku tidak mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu
rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku."
Kemudian Rasulullah saw memanggil
Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan bermusyawarah dengan keduanya.
Usamah hanya melontarkan pujian dan berkata: "Ya Rasulullah aku tidak
mengenal isterimu kecuali dalam kebaikan dan berita ini hanya kebohongan dan
kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita yang
lain yang dapat kau percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah
dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri kepadanya dan memukulnya dengan keras
sambil berkata: "Jujurlah kepada Rasulullah saw," lalu wanita itu
berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak
pernah mencela Aisyah kecuali pada suatu waktu aku sedang membikin adunan roti
lalu aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan datanglah
kambing lalu adunan itu dimakan olehnya."
Aisyah berkata: "Kemudian
datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama kedua orang tuaku dan
seorang wanita dari kaum Anshar. Aku menangis dan wanita itu pun turut
menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai
Aisyah, sungguh kamu telah mendengar sendiri apa yang dikatakan orang-orang
tentang dirimu, maka bertakwalah kepada Allah SWT dan jika engkau telah melakukan
keburukan seperti yang diucapkan orang-orang itu, maka bertaubatlah kepada
Allah SWT kerana sesungguhnya Allah SWT menerima taubat dari
hamba-hamba-Nya." Aisyah berkata, "demi Allah, itu tidak lain hanya
kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku
sama sekali tidak seperti yang mereka katakan," lalu aku menunggu kedua
orang tuaku untuk mengatakan tentang diriku namun mereka justru terdiam. Aisyah
berkata, "demi Allah aku merasa sebagai seorang yang hina yang tidak layak
diturunkan Al-Qur'an dari Allah SWT berkenaan denganku, tetapi aku hanya
berharap agar Nabi saw melihat kebohongan yang dialamatkan kepadaku itu
sehingga ia memastikan terbebasnya aku darinya."
Aisyah berkata: "Ketika aku
tidak melihat kedua orang tuaku berbicara aku berkata kepada mereka tidakkah
kalian menjawab apa yang dikatakan Rasulullah saw?" Mereka berkata:
"Demi Allah kami tidak mengetahui apa yang harus kami jawab." Aku
mengetahui bahawa aku bebas dari tuduhan itu. Tiba-tiba Rasulullah saw mengusap
keringat dari wajahnya sambil berkata: "Bergembiralah wahai Aisyah kerana
sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan ayat yang membebaskan kamu dari tuduhan
itu," lalu aku berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian
beliau keluar menemui para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut
ini:
"Sesungguhnya orang-orang yang
membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira
bahawa berita bohong itu buruk bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka
mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang
mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka
baginya azab yang besar. " (QS. an-Nur: 11)
Jibril turun kepada Nabi saw untuk
menyampaikan terbebasnya Aisyah dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya.
Dan gagallah peperangan psikologi menentang kaum Muslim dan rumah tangga
Rasulullah saw, dan kelompok-kelompok kafir meyakini bahawa mereka harus
menggunakan cara baru lagi untuk menentang Islam. Kemudian Rasulullah saw
kembali memasuki pergelutan menentang peperangan fizik. Peperangan Khandaq
termasuk contoh peperangan fizik yang dilakukan oleh Rasulullah saw.
Orang-orang Yahudi menyerahkan urusan mereka kepada kaum musyrik, dan
Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh- tokoh Yahudi
dan pemimpin-pemimpin kaum musyrik, bahkan pendeta- pendeta Yahudi berfatwa
bahawa agama Quraisy yang disimbolkan dengan penyembahan berhala lebih baik
daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan Yang
Esa
sebagaimana tradisi jahiliah lebih
baik daripada ajaran Al-Qur'an.
Politik kaum Yahudi berhasil
menyatukan kelompok-kelompok orang kafir dan mengerahkannya untuk menentang
kaum Muslim. Kemudian mereka akan menyerang Madinah dengan jumlah kekuatan sepuluh
ribu tentera. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau tidak hairan
ketika mendengar orang-orang Yahudi bersatu - padahal mereka mempunyai asas
agama yang menyeru kepada tauhid - bersama kaum musyrik menentang agama tauhid.
Nabi saw mengetahui bahawa perjanjian telah lama membelenggu orang-orang Yahudi
sehingga hati mereka menjadi keras dan hari telah menjauhkan antara mereka dan
sumber yang jernih yang dipancarkan oleh Musa. Akhirnya, mereka menjadi buah
yang rosak yang kulitnya bergambar tauhid namun isinya bergambar kepahitan
syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan kepentingan kaum Yahudi
dan kaum musyrik.
Nabi saw menyedari bahawa beliau
sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar. Pertempuran secara terbuka
tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai berfikir bagaimana cara
mempertahankan Madinah tanpa harus keluar darinya. Kali ini taktik militernya
berubah di mana sebelum itu beliau keluar dari Madinah dan menjauhinya serta
menyerang kelompok-kelompok yang berencana menyerbu Madinah. Kali ini bentuk
ancaman berbeza dan tentu fikiran Nabi pun berubah kerana mengikuti perbezaan
ancaman itu.
Kemudian beliau mengadakan pertemuan
militer bersama para tenteranya. Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang
bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar
Nabi menggali suatu parit yang dalam di sekeliling Madinah yaitu parit yang
seperti bendungan alami yang dapat menahan laju banjir yang ingin maju, suatu
parit yang pasukan berkuda tidak akan mampu melewatinya dan kaum Muslim dapat
mempertahankan diri dari belakangnya. Mula- mula usulan itu terkesan agak
mustahil diwujudkan namun pada akhirnya Nabi menyetujui usulan Salman itu.
Melalui sensifitas militernya yang mengagumkan, beliau mengetahui bahawa
situasi cukup genting dan kerananya ia menuntut usaha keras untuk dapat
melaluinya. Nabi saw memerintahkan para sahabat untuk menggali parit di sekitar
Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin di mana udara sangat
dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang
mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian parti tetap dilaksanakan,
bahkan Rasulullah saw terjun langsung untuk membuat galian dan memikul tanah.
Kaum Muslim dengan semangat yang
luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat
keras dan mereka merasakan kelaparan kerana kekurangan harta. Namun semangat
pasukan Islam tetap meninggi. Mereka percaya akan datangnya kemenangan dan
pertolongan dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
"Dan tatkala orang-orang mukmin
melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: 'lnilah yang
dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.
Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan
ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22)
Pasukan Quraisy mulai mendekati
Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi jazirah cinta di tengah-tengah
lautan kebencian, lautan itu mulai menghentam jazirah dan berusaha menenggelamkannya
dari dalam. Kemudian berteburanlah panah-panah kaum Muslim untuk menghalau
pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukan kafir mulai berputar-putar di
sekeliling parit dalam keadaan bingung: apa gerangan yang telah dilakukan
pasukan Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini?
Kuda-kuda musuh berusaha melalui
parit itu namun pasukan Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan
Ahzab terus berlangsung. Pada hakikatnya ia adalah peperangan urat saraf.
Pasukan musuh mengepung Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi
serangan terus dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga
sepanjang malam. Bahkan saking dahsyatnya pertempuran itu sehingga kaum Muslim
tidak mengetahui apakah pasukan musuh berhasil menduduki Madinah atau tidak,
dan apakah para musuh berhasil menembus lubang yang mereka bangun? Allah SWT
menggambarkan keadaan peperangan Ahzab dalam firman-Nya:
"(Yaitu) ketika mereka datang
kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi
penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam persangkaan. Di situlah diuji
orang- orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang
dahsyat." (QS. al-Ahzab: 10-11)
Keadaan semakin buruk di mana
orang-orang Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan kaum Muslim dan mereka
bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah Bani Quraizhah membatalkan perjanjiannya
dan mereka lupa terhadap pengkhianatan bani Nadhir dan pembalasan Nabi saw
terhadap mereka. Setiap hari keadaan semakin buruk.
Kaum Muslim benar-benar mengalami
ujian yang berat di mana fikiran mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan
mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus
mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka mengatakan:
"Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi
mereka."
Doa tersebut keluar dari mulut-mulut
kaum yang telah melaksanakan kewajipan mereka dan telah membuat mukjizat mereka
dalam menghalau serangan. Jadi, mereka tidak memiliki apa-apa selain doa dan
Allah SWT lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang
mengabulkannya. Dia mengetahui orang yang melaksanakan kewajipannya dan akan
mengabulkan orang yang berdoa.
Akhirnya, kaum Muslim benar-benar
mendapatkan rahmat Allah SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan
cara yang tidak bisa difahami. Para penyerang menyedari bahawa mereka
sebenarnya telah kalah di mana mereka telah menyerang selama tiga pekan namun
serangan tersebut tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan
berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil yang diharapkan dan boleh jadi
mereka akan tetap begini selama tiga tahun.
Kemudian datanglah suatu malam di
mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap itu dan angin sekencang
itu, bahkan saking kerasnya angin sampai-sampai suaranya laksana halilintar.
Bahkan saking gelapnya malam itu sehingga tak seorang pun di antara umat Islam
yang mampu melihat jari-jari tangannya atau berdiri dari tempatnya kerana
saking dinginnya cuaca. Kemudian Nabi saw datang menemui Hudaifah bin Yaman.
Beliau tidak mampu melihatnya meskipun beliau berdiri di sebelahnya. Nabi saw
bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah."
Nabi saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di
tempatnya kerana ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu kerana saking
dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah,
"Aku kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang menyerang
kita."
Hudaifah sebagai mata-mata dari
pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu menahan cuaca yang
begitu dingin, lalu bagaimana ia dapat berdiri dan keluar dari Madinah menuju
ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali
kepada Nabi saw dengan membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari
tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya. Nabi saw memberikan doa
kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi dan kehangatan keimanannya mengalahkan
kegelapan malam dan kedinginan cuaca. Ia keluar dari Madinah dan menyusup di
tengah-tengah pasukan musuh. Nabi saw memerintahkannya untuk tidak melakukan
tindakan apa pun selain mendapatkan berita dan kembali. Inilah tugas utamanya.
Hudaifah sampai di tengah-tengah musuh. Mereka berusaha menyalakan api namun
angin segera mematikannya sebelum menyala dan di dekat api itu terdapat seorang
lelaki yang berdiri sambil menghulurkan tangannya ke arah api dengan maksud
untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu
Sofyan.
Melihat itu, Hudaifah segera
memasang anak panah pada busur yang dibawanya dan ia ingin memanahnya.
Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa tenang
dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak
melakukan tindakan apa pun. Kemudian ia kembali meletakkan anak panahnya dan
menyembunyikannya.
Abu Sofyan berkata: "Wahai
orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan bagi kalian, maka
pergilah kalian kerana aku pun akan pergi." Abu Sofyan melompat ke atas
untanya lalu mendudukinya dan memukulnya sehingga unta itu bangkit.
Hudaifah kembali menemui Rasulullah
saw dengan membawa berita mundurnya pasukan Ahzab dan gagalnya serangan mereka.
Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw
berkata: "Sekarang kita akan menyerang mereka dan mereka tidak akan
menyerang kita." Belum lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan
tangan hampa sehingga beliau keluar dari Madinah bersama pasukannya menuju ke
kaum Yahudi Bani Quraizhah. Orang-orang Yahudi itu telah mengkhianati
perjanjian mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting.
Oleh kerana itu, mereka harus membayar biaya pengkhianatan mereka sekarang.
Nabi saw memerintahkan agar para
sahabat tidak melaksanakan solat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kaum Muslim
memahami bahawa perintah tersebut bererti mereka akan menerobos benteng kaum
Yahudi sebelum matahari tenggelam.
Orang-orang Yahudi menelan kekalahan
pahit lalu mereka datang kepada Sa'ad bin Mu'ad agar ia memutuskan perkara
mereka. Sa'ad adalah pemimpin kaum Aus dan kaum Aus adalah sekutu orang-orang
Yahudi Quraizhah di masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahawa mereka dapat
memanfaatkan hubungan yang terjalin selama ini sebagaimana kaum Aus
membayangkan bahawa tokoh mereka akan memberikan keringanan terhadap
sekutu-sekutu mereka. Sa'ad ketika itu terluka dan ia sedang dirawat di
khemahnya kerana terkena panah kauni Ahzab. Sebahagian kaumnya membujuknya agar
ia bersikap baik terhadap orang- orang Yahudi, sekutu-sekutu mereka, dan
orang-orang
Yahudi membujuknya agar ia bersikap
lembut terhadap mereka. Kemudian Sa'ad mengatakan penyataannya yang terkenal:
"Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan
kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan
agar kaum lelaki dibunuh dan keturunannya ditawan serta harta-harta mereka
dibagi-bagikan. Nabi pun menyetujui keputusan tegas Sa'ad itu. Beliau berkata
kepadanya: "Sungguh engkau telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan
Allah SWT dari tujuh langit."
Sa'ad mengetahui bahawa perantaraan,
permohonan, harapan, dan menjaga berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada
di suatu genggaman, dan masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi
Bani Quraizhah adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka
dan berbagai tipu daya mereka berusaha untuk memblokade Islam dan
menghancurkannya. Oleh kerana itu, kini telah tiba saatnya untuk mencabut
pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang.
Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan
dari Madinah. Nabi saw kembali melanjutkan pergelutannya. Puncak dari
perjuangan politiknya adalah perjanjian yang beliau lakukan bersama orang-orang
Quraisy. Nabi saw berjalan untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul
Haram. Beliau keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan
untuk berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka sampai
di Hudaibiyah pinggiran kota Mekah, tiba-tiba unta yang ditunggangi Nabi duduk
dan ia tidak mahu melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata:
"Oh unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia
ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini
orang Quraisy membuat suatu rencana dan mereka meminta agar aku menyambung tali
silaturahmi nescaya aku akan menyetujuinya."
Nabi saw memerintahkan para sahabat
agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana dengan
harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan
dengan bulan Haram. Mekah telah menetapkan agar tak seorang pun dari kaum
Muslim dapat memasukinya. Semua kaum Quraisy telah keluar untuk memerangi kaum
Muslim. Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu
mereka bahawa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan
umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada Allah SWT dan mengagumkan
kemuliaan rumah-Nya yang suci. Mekah menetapkan untuk melakukan perjanjian
bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai kaum Muslim
memasuki Baitul Haram pada tahun ini kecuali setelah mereka kembali pada tahun
depan.
Datanglah juru runding kaum Quraisy
lalu Rasul saw menyambutnya dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat
perjanjian yang intinya pelaksanaan perdamaian dan penarikan mundur pasukan
Muslim. Nabi saw menyetujui semua syarat-syarat perjanjian meskipun tampak
bahawa perjanjian tersebut tidak menguntungkan kaum Muslim di mana itu dianggap
sebagai titik kemunduran politik dan militer kaum Muslim, dan yang menambah
kebingungan kaum Muslim adalah bahawa Rasul saw tidak melibatkan seseorang pun
dari kalangan sahabatnya untuk bermusyawarah dalam hal ini. Tidak biasanya
beliau bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum
musyrik dan bersikap sangat lembut kepada mereka, dan beliau tidak kembali
kecuali membawa berita persetujuan dengan perjanjian yang ditandatangani orang-orang
musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.
Para sahabat bergerak untuk
menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah engkau
utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita kaum
musyrik?" Nabi saw hanya mengiyakan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Umar
bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam
agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini,
"mengapa kita harus mundur kalau kita berada di atas kebenaran? Mengapa
kita menerima syarat-syarat perjanjian yang justru menguntungkan kaum musyrik?
Apakah kita takut terhadap mereka?"
Mendengar berbagai protes yang
disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawapan yang unik
bagi mereka di mana beliau berkata: "Aku adalah hamba Allah SWT dan
Rasul-Nya dan aku tidak mungkin menentang perintah-Nya dan Dia tidak mungkin
akan menyia- nyiakan aku." Makna dari kalimat beliau adalah,
"taatilah apa yang telah aku lakukan tanpa perlu memperdebatkannya dan
hendaklah kalian sedikit bersabar."
Perjalanan hari menetapkan bahawa
perjanjian yang menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah sahabat itu justru
membawa kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam.
Kemenangan tersebut diperoleh sebagai hasil dari kebijaksanaan sang Nabi saw
yang mengalahkan kelihaian politik kaum Quraisy. Kaum Quraisy telah memfokuskan
semua kelihaian-nya agar kaum Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki
Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw justru mampu mencapai
pengelihatan yang tidak dapat dijangkau oleh kaum itu yang berkenaan dengan
masa depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi
kaum Muslim, maka setelah berlangsung beberapa bulan ia justru mendatangkan
kemenangan yang spektakuler.
Suhail bin Amr adalah wakil dari
delegasi kaum Quraisy dan Ali bin Abi Thalib adalah juru tulis dalam perjanjian
itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah
dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy
berkata, aku tidak mengenal ini. Tapi tulislah dengan nama-Mu, ya Allah.
Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap
keras kepala utusan Quraisy itu tidak bererti sama sekali kerana tidak ada
perbezaan yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara.
Nabi saw berkata kepada Ali:
"Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin
Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata:
"Seandainya aku bersaksi bahawa engkau adalah utusan Allah nescaya aku
tidak akan memerangimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu." Nabi
berkata kepada Ali tulislah: "Inilah kesepakatan antara Muhammad bin
Abdillah dan Suhail bin Amr."
Tampaknya itu adalah kemunduran yang
kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi
Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum
terungkap saat itu. Alhasil, semuanya terjadi dengan ilham dari Allah SWT. Ali
kembali menulis bahawa Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr sama-sama
sepakat untuk menghentikan peperangan selama sepuluh tahun di mana hendaklah
masing-masing mereka memberikan keamanan terhadap sesama mereka. Namun jika
terdapat di antara orang-orang Quraisy seseorang yang masuk Islam lalu ia
datang kepada Muhammad saw tanpa izin walinya hendaklah kaum Muslim
mengembalikannya kepada kaum Quraisy. Sebaliknya, jika ada orang yang murtad
dari sahabat Muhammad saw, maka tidak ada keharusan bagi orang Quraisy untuk
mengembalikannya kepada Nabi.
Syarat tersebut sangat menyakitkan
kaum Muslim. Tampak bahawa orang-orang Quraisy memaksakan kehendaknya dalam
syarat-syarat perjanjian yang tidak adil itu. Ali melanjutkan tulisannya,
hendaklah Nabi saw pulang dari Mekah pada tahun ini dan tidak memasukinya dan
jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat
memasukinya untuk melaksanakan umrah selama tiga hari dan setelah itu beliau
harus meninggalkannya. Pensyaratan tersebut sangat merugikan kaum Muslim dan
terkesan membingungkan.
Di tengah-tengah perjanjian tersebut
terjadi suatu peristiwa yang menambah penderitaan dan kebingungan Muslimin di
mana anak dari juru runding Quraisy meminta perlindungan kepada kaum Muslim. Ia
masuk Islam dan ingin bergabung dengan kelompok Islam namun ayahnya, Suhail
segera bangkit menyusulnya bahkan memukulnya dan mengembalikannya kepada
kaumnya. Orang Mukalaf itu segera berteriak dan meminta pertolongan kepada kaum
Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka
tidak mengubah
agamanya. Rasulullah saw berbicara
kepadanya dan meminta kepadanya untuk bersabar dan tegar dalam menanggung
penderitaan kerana Allah SWT akan menjadikannya dan orang-orang yang sepertinya
suatu jalan keluar dan kelapangan.
Nabi memahamkannya bahawa beliau
telah mengadakan suatu perjanjian dengan kaum Quraisy dan bahawa kaum Muslim
tidak mungkin melanggar perjanjian mereka.
Akhirnya, anak Muslim itu
dikembalikan ke Mekah dalam keadaan terseksa. Kemudian Selesailah
penandatanganan perjanjian antara pihak kaum Muslim dan pihak kaum musyrik.
Setelah penandatanganan perjanjian itu, Rasulullah saw memerintahkan para
sahabatnya agar mereka memotong haiwan korban dan mencukur rambut mereka
(tahalul) dari umrah mereka dan kembali ke Madinah. Namun tak seorang pun
bangkit menyambut perintah tersebut, lalu beliau mengulangi perintahnya ketiga
kali. Di tengah-tengah kaum Muslim yang tampak membisu kerana ketegangan dan
kesedihan, beliau menyembelih unta dan memanggil tukang cukurnya untuk mencukur
rambutnya dan beliau tidak berbicara dengan seorang pun. Ketika para sahabat
mengetahui bahawa Nabi saw tampak marah dan telah mendahului mereka dengan
tahalul dari umrahnya, maka mereka bangkit untuk menyembelih korban dan
memotong rambut mereka.
Perjalanan hari menunjukkan bahawa
perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru
membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab
mulai runtuh sejak mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap
sebagai pimpinan kaum kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap Islam,
maka ketika tersebar berita perjanjian mereka bersama kaum Muslim, maka
padamlah fitnah-fitnah kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan
bercerai-berailah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.
Saat aktiviti kaum Quraisy terhenti,
maka kaum Muslim mengalami peningkatan aktiviti di mana mereka berhasil menarik
orang-orang yang masih memiliki kemampuan untuk melihat kebenaran. Sejak dua
tahun dari masa penandatanganan perjanjian itu jumlah penganut Islam semakin
bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahawa saat
Rasul saw keluar ke Hudaibiyah beliau ditemani dengan seribu empat ratus Muslim
namun ketika beliau keluar pada tahun penaklukan kota Mekah beliau disertai
dengan sepuluh ribu Muslim.
Penaklukan kota Mekah terjadi
setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum Muslim yang
luar biasa ini adalah dikeranakan hikmah sang Nabi saw dan kejauhan
pandangannya. Nabi saw keluar sebagai pemenang dalam pergelutan politiknya, dan
syarat-syarat yang tadinya merugikan kaum Muslim kini telah berubah menjadi
syarat- syarat yang merugikan kaum Quraisy. Barang siapa murtad dari kaum
Muslim dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya kerana
Allah SWT telah memampukan Islam darinya, dan barang siapa yang masuk Islam
dari kaum kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka
mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai
mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk
menyatukan kelompok yang bertikai dan ia dapat hidup laksana duri di
tengah-tengah kaum Quraisy.
Belum lama waktu berjalan sehingga
kaum Quraisy mengutus utusannya kepada Nabi saw dan mengharap kepada beliau
agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka
sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru
membatalkan syarat yang telah mereka diktekan dan Nabi saw pun menerimanya
dengan puas. Perundingan itu justru menguatkan barisan Nabi saw.
Demikianlah Nabi saw terus menjalani
mata rantai pergelutan yang tiada henti-hentinya di mana kehidupan beliau yang
peribadi sekali pun tidak sunyi dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan
orang isteri. Perkahwinan beliau dengan sembilan isteri tersebut merupakan
keistimewaan peribadi yang hanya beliau miliki kerana berhubungan dengan
sebab-sebab dakwah Islam. Yaitu suatu dakwah yang membolehkan para pengikutnya
untuk menikahi empat orang isteri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu
menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas
dengan satu isteri jika seorang Muslim khawatir tidak dapat berbuat adil.
Kaum orientalis dan musuh-musuh
Islam mencuba untuk menghina Nabi dan memujukkannya, dan salah satu cela yang
mereka manfaatkan adalah perkahwinan beliau dengan sembilan wanita. Kita mengetahui
bahawa pernikahan-pernikahan beliau terlaksana dengan sebab-sebab politik atau
kemanusiaan yang berhubungan dengan dakwah Islam. Dan yang terkenal dari
sejarah Nabi saw adalah bahawa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat
beliau berusia dua puluh lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun.
Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi isteri yang lain sampai Khadijah
mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal, Nabi berusia di
atas lima puluh tahun. Beliau menikahi Khadijah sebelum beliau diutus untuk
menyebarkan Islam. Beliau tetap setia bersama Khadijah sampai ia meninggal dan
beliau diangkat menjadi Nabi. Namun beban kenabian dan beratnya jihad, kasih
sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT
semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang isteri sampai mencapai
sembilan orang isteri. Perkahwinan beliau dengan Aisyah yang saat itu masih
belia merupakan usaha untuk menjalin ikatan dengan Abu Bakar, ayah dari Aisyah
dan perkahwinan beliau dengan Hafshah meskipun ia sedikit kurang cantik
merupakan usaha beliau untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga
menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin pasukannya yang mati syahid di
jalan Allah SWT dan wanita itu merasakan penderitaan bersama beliau saat hijrah
di Habasyah dan hijrah ke Madinah. Ketika suaminya meninggal dan ia sendirian
menghadapi berbagai persoalan kehidupan, maka Nabi saw segera merangkulnya di
rumah kenabian. Perkahwinan beliau dengan Sawadah sebagai bentuk penghormatan
terhadap keislaman wanita itu dan kemuliaannya dari kaum lelaki serta
kesendiriannya dalam menjalani kehidupan.
Sementara itu, pernikahan beliau
dengan Zainab bin Jahasy merupakan ujian berat bagi beliau di mana perintah
pernikahan itu datang dari Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang
terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat
Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan
nasab yang dimilikinya yang kerananya ia menolak ketika ditawari untuk menikah
dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan
nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya
sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya
menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan
Zaid:
"Dan tidaklah patut bagi
laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa menderhakai Allah dan
Rasul-Nya, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. "
(QS. al-Ahzab: 36)
Sejak semula tampak jelas bahawa
pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid
pun bukan jenis lelaki yang mampu menahan kehidupan bersama seorang wanita yang
hatinya jauh darinya. Zaid datang kepada Nabi saw guna mengadu kepada beliau
dan meminta izin untuk menceraikan isterinya. Allah SWT mewahyukan kepada
Rasul-Nya agar membiarkan Zaid menceraikan isterinya, lalu hendaklah beliau
menikahinya. Nabi saw merasakan kesulitan yang luar biasa dan beliau berbicara
kepada Zaid agar ia terus melangsungkan kehidupannya dan bersabar. Nabi saw membayangkan
apa yang dikatakan manusia kepadanya bahawa ia menikahi isteri dari anaknya
tetapi apa yang dikhuatirkan oleh Nabi saw justru merupakan sesuatu yang ingin
dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem
adopsi. Oleh kerana itu, Zaid dapat mencerai isterinya lalu Nabi dapat menikahi
Zainab untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw mampu
bersabar dan menahan diri saat mendengar berbagai ocehan yang akan dikatakan
oleh manusia kepadanya. Ini bukanlah pengorbanan pertama dan terakhir yang
beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu, Allah SWT berfirman:
"Dan (ingatlah), ketika kamu
berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu
(juga) telah memberi nikmat kepadanya: 'Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah
kepada Allah,' sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan
menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih
berhak kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap
isterinya (menceraikannya), Kami nikahkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang- orang mukmin untuk (menikahi) isteri-isteri anak-anak
angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya
dari isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. " (QS.
al-Ahzab: 37)
Pernikahan beliau dipenuhi dengan
unsur politik dan usaha untuk menyebarkan kebaikan dan rahmat serta
penghormatan nilai-nilai yang tinggi dan menggabungkannya di rumah kenabian. Sementara
itu, Ummu Habibah binti Abu Sofyan bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi
Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah.
Ia berhadapan dengan keterasingan
dan kekhuatiran dalam membela agama Allah SWT. Kemudian suaminya mati
meninggalkannya sendirian dalam menjalani kehidupan. Sikapnya yang mulia demi
menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang
menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian.
Pada suatu hari, Abu Sofyan
menemuinya saat ia telah menjadi isteri Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk
di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempat tidur
itu dari ayahnya. Melihat sikap anaknya itu, ayahnya bertanya kepadanya: "Apakah
engkau mulai membenciku?" Dengan penuh keberanian ia menjawab: "Ini
adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang musyrik, maka
engkau tidak boleh menyentuhnya."
Adapun Shofiyah binti Huyay adalah
anak seorang raja Yahudi. Sedangkan Juwairiyah binti Haris, ayahnya seorang
pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan kekalahan saat
berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan raja dan pemimpin
kabilah itu jatuh menjadi tawanan. Pernikahan Nabi dengan kedua wanita itu
terkesan dipaksa oleh orang-orang yang kalah itu dan sebagai ajakan agar kaum
Muslim memperlakukan mereka dengan baik. Mula-mula kaum Muslim menolak untuk
bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan sikapnya
ingin menyingkap aspek kemanusiaan dalam peperangannya dan beliau
mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama
manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha
mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta.
Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita
dari orang-orang yang kalah itu dengan maksud agar kebebasan dan kemuliaan
kembali kepada keluarga mereka dan mereka dapat masuk Islam secara puas dan
sukarela. Kemudian beliau menikah dengan Maryam al-Qibtiyah. Muqauqis telah
memberikannya kepada Nabi sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih
yang diisyaratkan oleh Al-Qur'an antara Islam dan Masihi dan sebagai bentuk
hukum bagi kaum Muslim dengan dihalalkannya pernikahan dengan wanita-wanita
ahlul kitab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar